Heboh tersebar kabar seorang
mahasiswa ditemukan meninggal dunia di kamar kosannya dalam keadaan badan
berlumuran darah dan kamar yang sangat berantakan. Diduga ia meninggal sekitar
pukul 5 sore dangan motif bunuh diri.
v
Malam ini seperti biasa aku menyusuri
jalan ini, jalan yang dihiasi lampu-lampu antik menyorotkan cahaya berwarna
kuning ke merah-merahan dan rumah-rumah tua peninggalan jaman penjajahan yang
masih telihat kokoh, pepohonan yang besar juga rindang ikut menghiasi. Orang-
orang yang berjalan mulai dari pribumi maupun para wisatawan asing. Becak-becak
yang mundar-mandir sejak tadi tak luput membuat suasana jalan bertambah ramai.
Mereka yang melewati jalan ini terlihat riang, aku sering meperhatikannya mulai
yang menaiki becak yang menunjuk-nunjuk ke sekeliling sambil tertawa dan
tersenyum ke arah teman yang ada di sebelahnya, atau segerombolan orang yang
berfoto atau selfi dengan teman-temannya di dekat rumah-rumah tua atau
lampu-lampu antik ini, biasanya itu para wisatawan. Suasana seperti ini sering
mengingatkanku pada adikku yang jauh di sana. Aku merindukannya.
Jalan yang ku susuri ini memang
ramai. Tak lama setelah menyusuri jalan ini, di ujung jalan sebelah kanan
banyak pedangan angkringan yang menjual makanan enak dan juga murah. Setiap
malam angkringan itu selalu ramai. Aku menyusuri jalan ke arah kiri menuju
tempat aku beristirahat. Kampusku tidak jauh dari kosanku hanya sekitar 1 km.
Aku sekarang tinggal di kota yang dikenal sebagai daerah istimewa. Aku sangat
menikmati suasana di sini, tinggal di sini, orang-orangnya ramah-ramah,
berjalan kaki setiap malam menikmati suasana yang ramai, suasan ini dulu yang
aku impikan. Tapi tak sesuai dengan apa yang aku impikan saat dulu. Sekarang
aku hanya akan menikmati impian yang tersisa yang mungkin bisa terwujud.
Alasan aku pindah ke kota ini
untuk bernafas lebih lega dari sebelumnya. Di rumahku yang dulu aku sebagai
anak pertama yang harus mengerti setiap peristiwa yang ada di rumah. Aku letih
dengan semua yang aku alami, aku hanya ingin bernafas lega di kota ini,
menikmati setiap langkah kaki setiap jalan yang kususuri, melihat setiap
lekukan yang tampak di setiap wajah orang-orang yang bahagia.
v
awalnya aku hidup dengan keluarga
yang utuh dengan seorang ibu, ayah, adik yang aku sayangi, kita hidup seperti
keluarga biasa. Aku sering bertengkar dengan adikku, tertawa bersama, lalu
bertengkar lagi, itu salah satu cara menunjukkan kasih sayangku kepada adikku.
Ibu yang selalu di rumah menuggu ayah pulang lalu memasakkan masakan yang
sederhana namun sangat lezat, ayah yang berangkat pagi pulang sore dan pulang
membawa senyum yang bahagia lalu mengobrol dan bergurau bersama ibu, aku dan
adikku di ruang tamu. Ternyata keadaan ini tidak bertahan lama setelah ibuku sakit.
Awalnya ibu sakit ringan lalu tak lama sakitnya semakin parah, penyakitnya
menggerogoti tubuhnya sampai ibu
terlihat kurus. sampai suatu ketika ibu di rumah sakit tempat ibu di rawat. Ibu
berpesan kepadaku untuk menjaga adikku lalu kemudian tak terdengar lagi desahan
suaranya dan denyut jantungnya. Bagiku saat itu seakan dunia berhenti, aku tak
menyangka dengan apa yang terjadi di hadapanku seorang yang aku sayangi tak
akan menemaniku lagi.
Setalah kejadian itu di rumah
hanya ada aku, adik dan ayah. Setelah kepergian ibu, rumah terasa sangat sepi.
Pekerjaan rumah terkadang aku dan ayah yang mengerjakan. Memasak dan mengurus
pekerjaan rumah. Terkadang jika aku sekolah, ayah yang mengerajakan semua
pekerjaan rumah. Keadaan ini membuat aku semakin tersiksa bukan karena aku
lelah dengan pekerjaan rumah, tapi melihat ayah yang begitu kuat melawati semua
ini setelah 2 tahun kepergian ibu, ayah merawatku, bekerja, sekaligus mengurus
pekerjaan rumah. Akhirnya setelah itu ayah meminta ijin kepadaku untuk mencari
pengganti ibu di rumah tangga. Awalnya aku tidak ingin ada pengganti ibu di
rumah karena bagiku ibu di dalam hidupku hanya ada satu. Namun apa daya aku
tidak bisa egois, aku pun merasa kasihan kepada ayah yang terlihat tegar, namun
aku tahu di balik itu semua ayah menangis. Akhirnya setelah lama aku berfikir
aku mengijinkan ayah untuk menggantikan ibu di rumah. Namun tetap bagiku ibu ku
hannya satu.
Ibu tiriku masuk dalam rumah yang
ibu, ayah, adik dan aku bangun bersama. Ayah menikah dengan seorang janda dan
memiliki dua anak, anak pertamanya berumur 6 tahun, anak yang kedua berumur 4
tahun. Setelah ibu tiriku masuk rumah semakin ramai dengan 3 anggota rumah yang
baru. Adikku semakin dekat dengan anak ibu tiriku. sebaliknya aku ingin menjaga
jarak antara ibu tiriku tapi aku tidak memperlihatkannya. Setiap pulang sekolah
keadaan rumah selalu berantakan, adik tiriku dan adikku selalu bermain di rumah
dan mengacak-acak seluruh rumah. Pasti aku yang akan membersihkan semuanya.
Lalu kemudian di acak-acak kembali. Begitu pekerjaan aku di rumah.
Setiap adik tiriku atau adikku
bertengkar, aku yang selalu disalahkan oleh ibu tiriku. aku tidak bisa menjaga
adikku, tidak bisa mengajari adik-adiknya atau sebagainya. Ocehan-ocehan yang
keluar dari mulut ibu tiriku tak pernah menyakitiku tak pernah aku
menganggapnya, tetapi yang sangat membuatku sedih terkadang ayah selalu diam
kepadaku jika itu terjadi. Dengan ayah bersikap seperti ini aku sangat merasa
sedih aku merasa di rumah tak ada yang memperhatikanku selalu aku yang di
salahkan.
Ayah yang dulu, selalu mengajakku
mengobrol dan bercanda sekarang sangat jarang, keadaan ini sangat membuatku tak
nyaman. Aku ingin seperti dulu. Aku lelah. Adikku yang sangat dekat denganku .
sekarang entah, seperti sedikit menjauh. Adikku lebih dekat dengan adik
tirinya. Di rumah aku seperti orang asing, aku semakin tak betah. Maka aku
banyak menghabiskan waktuku di luar dibandingkan di rumah.
Suatu ketika ayah sakit, sehingga
ayah tidak bekerja lalu ibu yang mengurus ayah dan aku yang mengerjakan semua
pekerjaan rumah tangga, adik-adik tiriku dan adik kandungku. Aku sangat
berharap ayah segera sembuh, tapi semakin lama, sakit ayah semakin parah. Aku
tidak ingin apa yang terjadi pada ibu terjadi juga pada ayah. Meski aku sedikit
kecewa kepada ayah yang berubah tapi bagaimana pun aku sangat menyayanginya.
Ayah satu-satunya orang tua kandungku. Aku mohon pada mu Tuhan jangan kau ambil
ayahku juga, itu yang selalu aku ucap di dalam hati kepada Tuhan.
NamunTuhan berkata lain. Keadaan
yang benar-benar tak pernahku sangka dan keadaan di mana benar-benar aku tidak
bisa menerimanya dengan akal pikiranku. Ayah yang aku sayangi sekaligus orang
tua kandungku satu-satunya pergi menginggalkanku dan adiku. Pergi
meninggalkanku tanpa memikirkan akan bagaimana nanti aku dan adikku kelak. Aku
benci dengan semua ini!
Setelah ayah pergi, ibu tiriku
semakin seakan-akan berhak memerintahku apa saja. Aku sangat membenci ini! aku
akhirnya hidup dengan ibu tiriku. sekarang aku juga harus sering memperhatikan
adikku. Aku tak ingin adikku yang masih kecil tersiksa batinnya sepertiku. Aku
lebih memperhatikannya aku sering bertanya kepada adikku
“dek, kalo ibu marahi kamu, membentak
kamu, atau mukul kamu bilang sama kakak yah” sambil memeluk dan mengelus-elus
rambutnya yang terurai panjang. Terkadang aku masih tak menyangka ini semua
terjadi dalam hidupku. Melihat sorot mata adikku air mataku tak bisa tertahan
keluar begitu saja. Aku sangat merasa kasihan pada adikku yang masih belum
mengerti keadaan ini. ditinggal oleh kedua orang tua kandungnya. Aku selalu
memikirkan bagaimana nanti setelah adiku besar. Apakah dia bisa melewati ini?
dan apakah aku juga bisa bertahan dengan semua ini? sebisa mungkin aku
memberikan kasih sayang dan perhatianku kepadanya.
Kehidupanku berjalan seperti ini,
hidup mengurus semua kebutuhan ibu, adik tiriku, dan terutama adik kandungku
tersayang. Terkadang terlintas di pikirannku aku ingin pergi dari rumah ini.
Aku tidak ingin di sini. Aku ingin kehidupan yang dulu. Aku ingin diperhatikan,
diberi kasih sayang seperti orang lain, aku ingin seperti mereka memiliki
keluarga yang utuh, terkadang aku benci dengan keadaan ini. Entahlah aku hanya
ingin seperti mereka, saling memberikan kasih sayang bukan hanya memberi tapi
juga menerima.
Setelah satu tahun kepergian ayah,
ibu tiriku kini akan menikah lagi. Aku akan mempunyai ayah tiri. Keadaan ini
semakin rumit bagiku. Aku hidup dengan ibu tiri dan kini bertambah lagi ayah
tiri. Entah bagaimana kehidupanku nanti. Sebelumnya ibu tidak berbicara
kepadaku mengenai ayah tiri. Tapi kemudian ibu membawanya ke rumah. Saat aku
sedang di ruang tamu menonton televisi dengan adik tiriku dan adik kandungku
“kamu beresin semuanya mau ada
tamu, udah bawa adik-adikmu jangan main di sini. Beresin semuanya!” dia
memerintahku untuk membereskan mainan yang berserakan ulah adik-adikku.
“memang siapa yang akan datang?”
aku segera membereskan sambil bertanya
“nanti juga tahu” menjawab lalu keluar
Tak lama setelah itu, ibu tiriku
masuk membawa seorang lelaki yangg terlihat lebih tua dari ayah. Aku masih
bertanya-tanya siapa dia.
Setelah mereka mengobrol akhirnya tamu itu pergi. Lalu aku bertanya
kembali siapa dia. Lalu ibu menjawab bahwa itu adalah calon ayah tiriku.
seketika itu aku lansung lemas. Aku langsung ke kamar aku ingin menangis, aku
masih belum bisa menerima ini, setelah kepergian ibu, ayah, datang ibu tiri
lalu ayah tiri bagaimana aku menjalaninya? Aku takut aku tidak bisa menjalaninya.
Rasanya setelah mendengar bahwa yang tadi datang adalah ayah tiri, aku sangat
ingin keluar dari rumah ini. Aku benci, aku cape, aku tidak bisa menahannya
sendiri.
Aku ingin keluar, tapi bagaimana?
aku tak bisa meninggalkan adikku. Akhirnya aku menjalaninya, setelah ayah
tiriku datang di rumah ini aku semakin tidak di anggap. Tapi adikku seperti
baik-baik saja, seperti biasa bermain bersama adik-adik tiriku. ibu tirku
memang tidak pernah memarahi atau memukul adikku namun aku yang selalu dimarahi
dan disalahkan jika terjadi sesuatu di rumah ini meski itu kesalah adik-adikku.
Justru ini aku sangat ingin keluar dari rumah ini.
Suatu ketika aku mencoba mendaftar
kuliah di luar kota. Karena aku sekarang duduk di SMA kelas 3 dan aku
mencobanya. Awalnya aku ditentang oleh ibu dan ayah tiriku, kata mereka aku
akan menghabiskan uang banyak jadi aku tidak dibolehkan. Namun aku mencoba
kesana kemari bagaimanapun aku harus kuliah, hanya dengan cara ini aku bisa keluar
dari rumah ini, aku ingin bebas. Setelah aku berusaha mencari beasiswa kesan
kemari di internet dan di sekolah. Aku mendapatkan beasiswa penuh sampai lulus
di unvesitas negeri karena nilaiku
mendukung akhirnya aku mendapatkannya.
Aku memberitahu kepada ibu dan ayah
tiriku bahwa aku mendapatkan beasiswa penuh untuk kuliah jadi mereka tidak
perlu mengeluarkan biaya sepeserpun untukku nanti. Namun mereka tetap
bersikeras, menurut mereka jika aku kuliah maka rumah ini tidak ada yang
mengurus. Tapi aku mecoba terus membujuknya dan terus membujuknya. Akhirnya aku di perbolehkan.
Sebenarnya aku khawatir dengan
adikku, aku takut adikku sepertiku jika ditinggal, tapi aku tidak mungkin
membawanya. Akhirnya aku memutuskan untuk meninggalkannnya. Sebelum pergi aku berpamintan
padanya, aku memeluknya, menciumnya. Tak terasa air mataku keuar aku tak bisa
menahannya.
“Dek, baik-baik yah kakak mau
sekolah dulu, adek jangan nakal, rajin sekolahnya, belajar yang rajin, jangan
males nanti di marahin ibu sama ayah loh” sambil memeluknya aku berpesan
kepadanya lalu aku menciumnya melihat sorot matanya yang masih teramat polos.
“Kakak ke sekolah bawa tasnya banyak
banget? Kakak ga lamakan?” adikku bertanya melihatku dengan tatapan matanya
yang polos.
“tunggu kakak ya dek, kakak ga lama
ko” air mataku akhirnya bertambah banyak dan
isak tangisku terdengar sampai adikku bertanya.
“kakak ko nangis? Kakak mau
ninggalin ade yah kayak ibu sama ayah? Ade ga mau di tinggalin kaaaak” adikku
ikut menangis. Aku tak menyangka ternyata dia tahu bahwa dia telah ditinggalkan
ibu, ayah dan sekarang oleh ku. Aku memeluknya erat-erat, dan terakhir aku
mencium keningnya. Aku melepaskan pelukanku dan berbalik berjalan tanpa menoleh
aku takut jika aku menoleh kebelakang aku akan berubah pikiran. Yang terdengar hanya tangisan adikku yang
berteriak kakak ikut.. kakak ikut... ade pengen ikut..
Tunggu kakak yah dek, kakak tidak
akan lama. Kakak akan balik lagi ngambil kamu dari mereka, terus nanti kita
hidup berdua tanpa mereka. Kita akan hidup bahagia. Setelah kakak pulang nanti
kakak akan membelikan apa saja yang kamu inginkan, membahagiakan kamu,
membesarkanmu dengan kasih sayang. Bertahan ya dek, kakak akan kembali. Tangisku
tak tertahan aku sangat sedih aku tidak bisa memikirkan bagaimana adikku akan
diperlakukan oleh mereka. Tapi bagaimanapun hanya ini caranya supaya aku bisa keluar dan kembali
dengan kehidupan yang lebih baik.
v
Di sini di kota ini aku merajut
mimpi-mimpiku, kebahagianku kelak nanti bersama adikku. Aku akan
bersungguh-sungguh. Kelak setelah lulus aku akan bekerja dan membahagiakan
adikku. Setiap kuliah aku berjalan kaki, tempat aku tinggal di kota ini tidak
jauh dari kampus, jadi aku sering berjalan kaki. Setiap pulang kuliah aku
menyusuri jalan ini jika malam hari jalan ini sangat ramai dan menyenangkan.
Aku selalu ingat dengan adikku. Kelak nanti aku akan mengajaknya pasti dia akan
senang.
Setelah satu tahun aku menjalani kehidupan dan
berkuliah di kota ini. Aku merasa lebih lega, meski aku masih merasa bersalah
terhadap adikku dan aku menghatirkan keadaan adikku di sana. Aku sering
bertanya-tanya keadaannya. Sore ini aku masih ada kelas sampai pukul 6, saat
perkuliahan berlangsung telepon genggamku berdering kulihat nama yang tertera
di teleponku “ibu tiri” aku terheran-heran ada apa ibu tiriku menelpon padahal
dia tidak penah menelponku. Akhirnya aku meminta ijin kepada dosen untuk
mengangkat telepon dan diperbolehkan.
“halo assalamualaikum” aku mengangkatnya
dengan terheran-heran
“halo, Ani kamu pulang sekarang”
dia menjawab dengan suara bergetar
“pulang? Aku masih kuliah, memang
ada apa?” aku masih bertanya-tanya
“adik muu..” suaranya
terputus-putus. Adikku? Ada apa kenapa dia
“adik mu... adikmu ni, maafkan ibu” suaranya
terdengar bergetar
“iya kenapa fina?” aku semakin
kesal
“adikmu... me.. ninggal”
Seketika aku lemas. Teleponku
terjatuh dari tanganku. Apa yang terjadi? Tidak mungkin? Tuhan tidak mungkin mengambil
adikku juga. Tidak mungkin. Setelah mendapat telepon dari ibu tiriku aku langsung
berlari ke kosan aku mencari uang untuk pulang, aku ingin pulang. Ibu pasti
berbohong. Aku akan memastikan bahwa adikku masih hidup. Air mataku keluar aku
tak bisa menahannya. Badanku bergetar, aku lemas dan terduduk di ujung dekat
lemari. Yang ku temukan hanya selembar uang 10rb tidak cukup untuk pulang.
Bagai manaini?
“aku ingin pulang... dia pasti
berbohong, dia hanya ingin aku pulang, ini tidak mungkin terjadi..” aku masih
mencoba mencari uang untuk pulang di bawah kasur
“tidak mungkin... tidak.. adikku
tidak meninggal.. “
“dia masih menungguku, tidak
mungkin, dia menungguku lulus, kerja, terus kita hidup bersama”
“de.. kamu masih hidupkan.. kamu
tidak meninggal?”
“kan kakak sudah bilang tunggu
kakak, nanti kakak beliin apa yang kamu mau, kenapaaa?”
Tuhan kenapa kau juga mengambil
adikku? Kenapa? Tidak cukupkah kau mengambil ibu, ayah? Kemudian adikku, kenapa
adikku. Alasanku di sini kau tahukan? Kenapa... lalu aku harus bagaimana. Aku
bingung aku harus kemana, aku tidak memiliki tujuan. Aku benci keadaan ini, aku
tidak bisa lagi menerimanya.
Ibu, ayah, adik kita dipetemukan
lalu dipisahkan. Aku yakin dengan cara ini aku akan dipertemukan kembali dengan
kalian. Karena aku yakin disetiap perpisahan akan ada pertemuan kembali. Aku
sangat menyayangi dan merindukan kalian.
v